Peran Mahasiswa Dalam Pemberantasan Korupsi

Sabtu, 25 Juni 2011
Mahasiswa sudah menjadi fitrahnya adalah pemuda yang gelisah ketika melihat sesuatu yang salah dihadapannya. Mahasiswa merupakan elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak banyak namun bangsa ini tidak terlepas dari dari pengaruhnya. Faktor yang membuat mahasiswa lebih terlihat berbeda dibanding elemen masyarakat lainnya tercermin dari nilai yang dimilikinya yaitu intelektual, idealisme dan semangat. Yang dapat dinilai oleh mahasiswa adalah mampu mengubah tatanan bangsa dan masyarakat. Dalam tinta sejarah bangsa ini mahasiswa terbukti berperan besar dalam pendobrakan masa atau orde yang berkuasa. Ketika bung karno labil, maka mahasiswa tampil ke depan memberikan semangat kepada terlaksananya tritura sehingga orde lama terhempas, kemudian lahir orde baru. Demikian halnya ketika terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada orde baru, mahasiwa mempelopori perubahan membuat orde baru tumbang yang kemudian dibangun jaman reformasi.

Perjalanan sejarah mencatat demikiankah perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan idealisme demi terwujudnya keadilan di masyarakat. Namun, demikian perjuangan mahasiswa belumlah berakhir.  kondisi yang di hadapi mahasiswa sekarang berbeda dengan kondisi lampau. Kondisi ini yang membuat bangsa ini terpuruk dan hampir menyentuh bibir jurang kehancuran. Kondisi yang dimaksud adalah masalah korupsi yang tak kunjung tuntas dan merebak di seluruh pelosok bangsa ini. Mahasiswa harus berpandangan bahwa korupsi merupakan musuh bersama yang harus diperangi.

“Jika kita menjatuhkan tiga buah batu bata dari langit Indonesia. Maka dua diantara batu bata tersebut akan mengenai kepala koruptor”. Mungkin ungkapan tersebut tepat menggambarkan kondisi korupsi di Indonesia. Di negeri ini korupsi bukan lagi menjadi sebuah kebiasaan (habit) melainkan sudah menjadi kebudayaan (culture). Korupsi sudah menjadi seperti gurita yang tentakel-tentakelnya sudah menyelimuti negeri ini hingga ke pelosok-pelosok. Kebudayaan yang satu ini lahir dan besar karena hampir setiap instansi dan korporasi memelestarikan kebudayaan ini dan senantiasa menjaga agar kebudayaan unik ini bisa bertahan dan menjadi ciri khas bangsa. Namun kebudayaan yang satu ini harus rela mengorbankan segala bentuk kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kebudayaan yang unik ini perlu diketahui penyebab dan penanggulangannya agar kelak kebudayaan ini punah dan digantikan kebudayaan keadilan dan transparan.

Sebelum memulai peperangan, sudah sepatutnya mengenali siapa yang menjadi musuh dalam peperangan tersebut. Musuh yang di hadapi kali ini adalah korupsi. Untuk itu mahasiswa harus mengetahui apa itu korupsi. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus (politisi) maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi menurut hukum positif UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah perbuatan setiap orang baik pemerintah swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifiksikan penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah, yaitu :

1. Wilayah individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas  personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan.

2. Wilayah sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan  kerapuhan sebuah sistem memberi peluang terjadinya korupsi.

3. Irisan antara individu dan sistem, dikenal dengan aspek sosial budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji. Di samping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, dan ekonomi yang ada dalam masyarakat.

Dari penyebab tersebut bisa di katakan bahwa bukan hanya moral dari sang koruptor yang menyebabkan mereka melakukan korupsi. Tapi faktor lain seperti aspek admisnistarsi dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Adapun dampak dari tindak korupsi bagi bangsa Indonesia sangatlah besar dan komplek. Menurut Soerjono Karni, beberapa dampak korupsi adalah rusaknya sistem tatanan masyarakat, ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi, munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat, penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum, yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidak percayaan, apatis terhadap pemerintah  yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.

Hancur Karena Korupsi

Dengan kata lain bahwa korupsi dapat menghancurkan sendi-sendi organisai baik itu negara maupun korporasi. Seperti sejarah pernah menceritakn tentang kehancuran Vereenigde Oost indische Compagnie (VOC). VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. Pada 1669, VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.

Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi. Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1799 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).

Sejarah  tersebut mengajarkan bahwa perusahan yang sangat kaya sekalipun akan runtuh tak kuat menahan tekanan dari arus kebusukan korupsi. Di butuhkan formula yang ampuh untuk menaklukan pelaku korupsi atau koruptor agar mereka jera dan mengembalikan semua yang telah mereka curi, hisap dan kuras dari tangan masyarakat.  Wacana ancaman hukuman matipun menyeruak dipermukaan. Walaupun pada kenyataanya banyak koruptor yang di vonis bebas. Entah.

Membasmi korupsi ala Cina

Berbagai pihak yang cenderung memberi ancaman hukuman yang berat atas korupsi, kolusi dan nepotisme akan merujuk kearah Cina dalam membasmi dan menanggulangi masalah penyakit sosial tersebut. Di negeri tirai bambu tersebut hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi adalah hukuman mati. Mereka menganjurkan agar Indonesia belajar dari Cina dalam hal pembasmian korupsi. Namun jika dilihat dan dikaji lebih dalam maka hal yang di lakukan Cina tidak akan dan sangat sulit untuk di contoh oleh Indonesia.

Berbagai usaha pembasmian dan dugaan korupsi di Cina kelihatannya seringkali mempunyai motivasi politik. Dengan dalih memerangi korupsi, lawan dan/atau para pejabat yang secara politis tidak loyal digeser dari jabatannya. Hampir semua pejabat papan atas saat ini dipandang sebagai loyalis mantan ketua partai Jiang Zimin atau menolak Hu Jintao di masa lalu. Cina tidak mengungkapkan jumlah eksekusi yng telah dilakukannya. Peradilan kriminalnya telah menjatuhkan hukuman mati atas sekitar 70 pelanggaran yang berbeda. Menurut perkiraan Amnesty International, sekitar 1770 orang dieksekusi di Cina pada tahun 2005, dan 3900 orang dijatuhi hukuman mati.

Beberapa ahli hukum Cina memperkirakan bahwa sebetulnya jumlah yang sesungguhnya jauh lebih besar, dan bahkan mungkin mendekati 8.000 eksekusi per tahun; pihak-pihak lain bahkan menyebutkan angka 10.000. Oleh media internasional, Cina diakui berhasil dalam mengundang investasi langsung luar negeri, mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mengurangi kemiskinan. Sedangkan yang biasanya luput dari sorotan adalah kinerja peradilannya yang suram, dan sistem hukumnya yang tidak berfungsi. Menurut Amnesty International, “Di Cina, tidak seorang pun yang dijatuhi hukuman mati telah menjalani proses peradilan yang adil dan sejalan dengan standar internasional.”

Seadainya rakyat Indonesia yang kuat dan tahan akan kelakuan pejabat korup ini kehilangan kesabaran. Dari tiap opsi yang dipilih untuk hukuman terhadap koruptor pastinya proporsi tersebut akan cenderung pada hukuman mati. Namun mengingat bahwa cengkraman korupsi sangat kuat memeluk bumi Indonesia, sungguh sangat naif apabila kita percaya bahwa hukuman mati dapat membuat efek jera bagi koruptor dan memperbaiki situasi negara ini. Sebaliknya alih-alih menumpasnya, langkah semacam itu justru dapat membuat wabah korupsi semakin parah. Hukuman mati akan meningkatkan “tarif” yang dipasang oleh polisi, jaksa dan hakim atas tersangka yang mereka lindungi atau bela. Pihak ketiga juga akan merasa diuntungkan dalam melibatkan orang dalam praktek korupsi. Semakin kaya calon koruptornya, makin besar harapan mereka untuk menghindar dari hukuman mati. Praktek pemberian kelonggaran oleh peradilan dan sistem penjara akhir-akhir ini, dengan cara setiap kali memberi ”potongan” bagi kelakuan baik, memberi pengaruh buruk pada peradilan, dan menyebabkan penjara semakin kurang menakutkan. Pemerintah, berbagai profesi hukum, dan organisasi masyarakat sipil harus terus memberi informasi kepada publik mengenai jenis atau sifat korupsi di Indonesia agar debat dapat berlangsung.

Hukuman yang patut di jatuhkan kepada  para koruptor selain dari mereka harus mengembalikan uang negara dan menjalani hukuman pidana. Para koruptor harus membayar prilaku busuk mereka dengan bekerja sosial seperti membersihkan jalanan, toilet umum atau sungai-sungai yang bermaterikan gunungan sampah dan berbau busuk. Dan penanaman rasa benci pada koruptor agar efek jera lebih terasa ketimbang hukuman mati apalagi sekedar hukuman penjara yang akhir-akhir ini penjara laksana hotel berbintang empat.

Strategi Pemberantasan Korupsi

Usaha, daya dan upaya untuk memberantas korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pengalaman berbagai negara yang dianggap sukses dalam hal pembererantasan korupsi maka seluruh eleman masyarakat harus diajak dan dilibatkan secara langsung untuk membasmi korupsi dengan cara-cara yang simultan.

Dalam upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip yang perlu di perhatikan yaitu penyebab mengapa korupsi bisa terjadi, langkah pencegahan, langkah pengusutan, langkah pendidikan korupsi dan penguatan terhadap intitusi pemberantasan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama. Tindakan pemberantasan dilakukan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pematuhan peraturan yang berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.

Disamping itu penguatan akan dogma-dogma perlu ditanamkan kembali ke dalam jiwa masyarakat dan di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam agama apapun perbuatan yang merugikan orang lain apalagi orang banyak tidak dibenarkan dengan alasan apapun.

Peran Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi

Selain mengenal tentang hal yang berhububungan dengan korupsi dan strategi penanggulangannya. Perlu juga mengenal dirinya guna dapat mementukan strategi apa yang aka digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa perlu mengenal siapa dirinya, apa  potensinya dan bagaimana memanfaatkannya untuk menanggulangi korupsi. Mahasiswa bisa di lihat dari berbagai sisi. Mahasiswa yang pada dasarnya adalah peserta didik di perguruan tinggi yang kelak akan di proyeksikan menjadi ekonom, politikus, pejabat, teknisi, pengacara atau ahli dibidang lainnya. Dari sisi ini bisa dikatakan bahwa mahasiswa merupakan kaum intelektual. Namun sikap intelektual saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya tindakan egois, serakah, korupsi dan  lain sebaginya. Dipelukan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Tapi disisi lain mahasiswa juga merupakan sosial kontrol, yang menggawasi tiap kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah. Dan juga melakukan pengawasan jika ada terjadi penyimpangan terhadap sistem, norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Dalam usaha untuk melakukan mempengaruhi keputusan politik dapat dilakukan dengan cara membangun opini, seminar atau diskusi dengan pihak-pihak yang berkompeten. Selain itu akses mahasiswa dengan mahasiswa di perguruan tinggi lain atau dengan lembaga swadaya masyarakat membuat mahasiswa mempunyai jaringan yang luas. Sehingga dalam pengumpulan masa untuk melakukan demontrasi dapat dilakuan dengan sebagi upaya untuk menekan pemerintah.

Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat. Yang merupakan pendorong dan pemberi semangat sekaligus sebagi contoh prilaku terpuji. Peran mahasiswa di masyarakat adalah sebagai social control dan agent of change. Terbukti dari peran mahasiswa dalam penjatuhan rezim pemerintahan.

0 komentar:

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))